Situs Trowulan — Jejak Kerajaan Majapahit di Mojokerto

  • Diterbitkan pada
  • 12/18/2022
  • Diposkan oleh
  • Eka Awaludin

Waktu kecil saya pernah membaca buku cerita detektif petualangan dengan seting lokasi di Trowulan. Di buku itu diceritakan para tokoh utama menyelidiki dan menjelajahi situs Trowulan yang diduga menyimpan harta karun tersembunyi. Mereka menyelidiki dan mengunjungi Candi Brahu, Candi Tikus dan Candi Bajangratu. Waktu itu saya belum tau kalau Trowulan adalah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit. Seingat saya di buku itu tidak diceritakan latar belakang sejarah Trowulan.

Trowulan

Trowulan sendiri adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Banyak peninggalan arkeologis ditemukan di daerah ini. Peninggalan arkeologis tersebut ditemukan hampir di seluruh desa di Kecamatan Trowulan. Oleh karena itu, Trowulan merupakan sebuah kawasan situs arkeologi yang sangat besar dengan luas kurang lebih 100 km persegi. Namun peninggalan Arkeologis juga banyak di temukan di sekitar Kecamatan Trowulan, seperti situs Kumitir di Kecamatan Jatirejo dan situs Klintirejo di Kecamatan Sooko.

Jejak Kerajaan Majapahit di Trowulan

Menurut catatan sejarah, situs bersejarah Trowulan dibangun pada 1293 M dan mengalami kemunduran sejak 1521 M. Berdasarkan prasasti, simbol, dan catatan yang ditemukan di kawasan Trowulan dan sekitarnya, diduga kuat situs Trowulan berhubungan dengan Kerajaan Majapahit. Sangat mungkin pada jaman dulu situs Trowulan merupakan sebuah locus keraton (royal city) atau ibu kota Kerajaan Majapahit. Dugaan itu tentu tidak terlepas dari serangkaian publikasi yang telah berlangsung lama. Berawal dari Kitab Negarakertagama yang digubah oleh Mpu Prapanca. Di dalam kitab tersebut digambarkan secara detail tentang Kerajaan Majapahit, terutama di periode keemasannya pada masa kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Kemudian ada penelitian arkeologi di Trowulan yang dirintis oleh Kapten Johannes Willem Bartholomeus Wardenaar pada tahun 1815 atas perintah Sir Thomas Stamford Raffles. Kapten Wardenaar ditugaskan menyelidiki berita mengenai penemuan berbagai benda kuno di daerah Mojokerto. Hasil penelitian dan pengamatan tersebut kemudian dipublikasikan oleh Sir Stamford Raffles dalam buku berjudul “The History of Java” pada tahun 1817. Hasil kerjanya tersebut berhasil mengundang ketertarikan ahli arkeologi lainnya untuk terjun langsung meneliti Trowulan, antara lain W.R. van Hovell, J.F.G. Brumund, Jonathan Rigg, J. Hageman, R.D.M. Verbeek, J.L.A. Brandes, H. Kern, N.J. Krom hingga Bupati Mojokerto saat itu yakni Raden Adipati Kromodjojo Adinegoro. Kemudian dilanjutkan oleh Henry Maclaine Pont yang mengadakan ekskavasi di Trowulan sepanjang tahun 1921 - 1924, dengan maksud mencoba mencocokan uraian Kitab Negarakertagama dengan data lapangan di situs Trowulan.

Asal Nama Trowulan

Asal nama Trowulan sendiri masih menjadi misteri. Sejak kapankah nama Trowulan muncul dan dikenal? Apakah nama ini muncul pada era modern, atau sudah ada dari jaman Kerajaan Majapahit? Seperti penjelasan yang di uraikan para peneliti, bahwa tidak ditemukan nama Trowulan dalam Kitab Negarakertagama. Namun peneliti menjelaskan juga, dalam Kitab Negarakertagama tertulis tempat bernama Antarasasi (Sasi dalam bahasa Jawa berarti Bulan) yang kemudian diduga menjadi acuan nama Trowulan sekarang.

Nama Trowulan Menurut Sir Stamford Raffles

Menurut catatan sejarah lainnya. Sir Stamford Raffles memaparkan, ketika meneliti situs Putri Campa, dia mendapati desa dengan nama Trawoelan yang berasal dari kata Trang Wulan, yang berarti Cahaya/Terang Bulan.

Nama Trowulan Menurut Henry Maclaine Pont

Asal-usul nama Trowulan menurut Maclaine Pont (tahun 1924) tertuang di dalam Serat Kanda, yaitu dari kata “Citra Wulan” atau “Setra Wulan”. Nama Trowulan juga disebutkan dalam Serat Derma, mengisahkan permintaan Raja Brawijaya apabila wafat agar dimakamkan di “Sastrawulan”. Penyebutan lokasi yang mirip juga terdapat di dalam kitab Pararaton yang salah satu pupuhnya mengisahkan wafatnya Raja Jayanegara yang kemudian didarmakan di “Antawulan”. Informasi mengenai meninggalnya Raja Jayanegara juga tercantum di dalam kitab Negarakertagama yang menjelaskan bahwa sang raja didarmakan di dalam kompleks keraton. Lokasi yang disebutkan didalam kitab Negarakertagama adalah Antarasasi dan Sri Ranggapura. Kedua kitab tersebut memberi petunjuk, bahwa Raja Jayanegara didarmakan di Antawulan yang di dalam Kitab Negarakertagama disebut Antarasasi. Antarasasi atau Antawulan tersebut sekarang dikenal dengan nama Trowulan.

Harta Karun Candi Kolam Segaran

Candi Kolam Segaran terletak di Dukuh Trowulan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Kolam Segaran ditemukan pada tahun 1926, dalam keadaan teruruk tanah. Pada tahun 1966 kolam ini mengalami pemugaran sekedarnya. Baru pada tahun 1974 dimulai pelaksanaan pemugaran yang lebih terencana dan menyeluruh hingga memakan waktu sepuluh tahun. Fungsi Kolam Segaran belum diketahui secara pasti, tetapi menurut masyarakat di sekitar, kolam tersebut digunakan keluarga Kerajaan Majapahit untuk berekreasi dan menjamu tamu dari luar negeri. Ada cerita unik tentang Candi Kolam Segaran. Diceritakan, apabila perjamuan telah selesai maka seluruh peralatan makan dan minum yang digunakan untuk menjamu tamu seperti mangkuk, piring, sendok dan garpu yang terbuat dari emas dibuang ke kolam untuk menunjukkan kepada tamu betapa kayanya Kerajaan Majapahit.

Keindahan Kerajaan Majapahit di Masa Lalu

Berada di bawah lereng gunung membuat Trowulan cukup subur untuk lahan pertanian. Sungai Brantas yang membelah ibu kota Majapahit tersebut menjadi sumber pasokan air sekaligus urat nadi lalu-lintas perdagangan masyarakatnya dengan dunia luar. Bukti kemajuan budaya maritim Majapahit tercatat dalam prasasti Canggu bertarikh tahun 1385 Masehi. Berdasarkan prasasti tersebut, arkeolog memperkirakan daerah Canggu di sebelah utara Trowulan merupakan salah satu pelabuhan penting dalam jalur perdagangan kuno di Nusantara. Pelabuhan Canggu juga tercatat di dalam catatan Ying Yai Shen Lan yang ditulis oleh seorang juru catat Armada Cheng Ho dari Cina yang bernama Ma Huan pada tahun 1415 Masehi. Catatan tersebut menyebutkan Jawa memiliki empat kota tanpa tembok keliling, antara lain Tuban, Gresik, Surabaya, dan Majapahit. Perjalanan menuju Majapahit dapat dilakukan dengan cara menyusuri sungai dari Surabaya menggunakan perahu kecil dan turun di Canggu. Perjalanan menuju pusat kota dilakukan dengan berjalan ke selatan selama satu setengah hari.

Kemajuan budaya maritim di Majapahit pun berpengaruh pada berbagai sendi kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Begitu banyak artefak yang jadi penanda interaksi silang-budaya, seperti keramik asing yang berasal dari Cina, Thailand, dan Vietnam, serta koin kuno yang menjadi bukti majunya geliat perekonomian masyarakat Majapahit di kala itu. Bahkan beberapa keramik asing asal Vietnam yang belum pernah dijumpai pada situs lainnya di Jawa mengindikasikan adanya pesanan khusus dari Majapahit. Keramik asal Vietnam tersebut tampaknya sengaja dipesan sebagai hiasan dinding sekitar abad ke-15 Masehi.

Perkembangan teknologi di era Majapahit mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal tersebut tercermin dari pembuatan tembikar serta bata yang berkualitas tinggi sebagai material bangunan candi. Penggunaan bata merah pun menjadi ciri khas bangunan candi peninggalan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Masyarakat di era Kerajaan Majapahit sangat menghargai keberagaman dan toleransi. Figurin terakota yang menggambarkan karakter wajah serta pakaian khas berbagai bangsa dari sejumlah tempat di Asia ditemukan di Trowulan. Interaksi dengan bangsa asing di era Majapahit juga turut andil dalam sejarah masuknya pengaruh Islam di Nusantara. Hal tersebut dibuktikan melalui adanya kompleks Makam Troloyo dengan nisan beraksara Arab yang berhiaskan ‘Surya Majapahit’ sebagai lambang kerajaan. Fakta-fakta tersebut memberikan gambaran kehidupan masyarakat Majapahit yang sarat dengan keberagaman serta toleransi atas perbedaan etnis, ras, serta agama.

Peninggalan arkeologi di Kawasan Trowulan merupakan bagian penting dari sejarah Kerajaan Majapahit yang dapat menginspirasi masyarakat sekarang. Salah satu karya terkenal dari masa Majapahit adalah Kitab Kakawin Sutasoma gubahan Mpu Tantular dari abad ke-14 Masehi. Salah satu baitnya memuat semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang melekat sebagai jati diri Bangsa Indonesia dengan segala kemajemukan masyarakat dan budayanya.

Daftar Pranala

  1. "Trowulan adalah Ibu Kota Majapahit?", indonesia.go.id
  2. "Situs Trowulan", wikipedia.org
  3. "Nagarakertagama Dan Trowulan", A.S. Wibowo, berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id
  4. "Trowulan dan Jejak Kedaton Majapahit yang Belum Tersingkap", Moh. Syafii, kompas.com
  5. "Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya", Widya Lestari Ningsih, kompas.com
  6. "Kitab Negarakertagama: Teks dan Terjemahan", La Januar, anakbuton.wordpress.com
  7. "Kitab Nagarakretagama: Naskah Asli dan Terjemahannya", oediku.wordpress.com
  8. "Situs Majapahit di Trowulan, Saksi Bisu Kejayaan Nusantara di Masa Lalu", Taufiqur Rohman, phinemo.com
  9. "Jelajah Situs Trowulan", indonesiavirtualtour.com
  10. "Misteri Asal Usul Nama Trowulan, Ibu Kota Kerajaan Majapahit, Apa Artinya?", suaramojokerto.com
  11. "Telisik Sejarah Kejayaan Majapahit di Trowulan", asrinesia.com
  12. "Candi Kolam Segaran", candi.perpusnas.go.id

Buy me a Coffee.

  • BRI
  • @
  • EKAAWALUDIN